TINJAUAN HUKUM ATAS
EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA
MELALUI PARATE
EKSEKUSI APABILA OBYEK JAMINAN
BERALIH KEPADA PIHAK
KETIGA ATAU MUSNAH
Winda Pebrianti
2. Eksekusi Obyek
Jaminan Fidusia Melalui Parate Eksekusi Apabila Obyek
Jaminan
Tersebut Telah Beralih Kepada Pihak Ketiga Atau Musnah.
Dalam pelaksanaan parate eksekusi terdapat kendala-kendala
dalam
pelaksanaanya. Beberapa kendala dalam pelaksanaan parate
eksekusi diantaranya
adalah obyek jaminan fidusia telah beralih kepada pihak
ketiga dan obyek jaminan
fidusia tersebut musnah. Kendala-kendala tersebut dapat
menghambat
pelaksanaan eksekusi secara parate eksekusi serta
menimbulkan akibat hukum
terhadap eksekusi tersebut.
Obyek
jaminan yang dialihkan kepada pihak ketiga dapat dilakukan dengan
cara jual beli, tukar menukar dan lain-lain. Tindakan
pengalihan biasanya diikuti
dengan tindakan
penyerahan agar benda yang dialihkan menjadi milik orang lain.
Umumnya hal ini terjadi terhadap obyek jaminan fidusia
berupa barang bergerak
seperti kendaraan, mesin-mesin atau barang-barang
persediaan.
Undang-Undang Fidusia secara tegas melarang pemberi fidusia
atau debitur
untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang
dijaminkan
dengan
jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa persetujuan pihak penerima
fidusia atau kreditur. Hal tersebut diatur dalam Pasal 23
ayat (2) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi :
“Pemberi
Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
kapada pihak
lain Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang tidak
merupakan benda
persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima
Fidusia”.
Sejalan
dengan asas droit de suit di atas, terhadap pengalihan barang
persediaan, Undang-Undang Fidusia mengatur barang persediaan
yang menjadi
obyek jaminan fidusia yang telah dialihkan tersebut wajib
diganti oleh pemberi
fidusia dengan obyek yang setara sebagaimana diatur dalam
Pasal 21 ayat (3)
Undang-Undang Fidusia yang berbunyi : “Benda yang menjadi
obyek Jaminan
Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib diganti
oleh Pemberi Fidusia dengan obyek yang setara”.
Terhadap
benda obyek jaminan fidusia yang telah dialihkan kepada peihak
ketiga oleh debitur, terlebih dahulu wajib diganti dengan
nilai yang setara oleh
debitur, sebab kreditur tidak menanggung kewajiban atas
akibat tindakan atau
kelalaian debitur baik yang timbul dalam hubungan
kontraktual atau yang timbul
dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan
dan pengalihan
benda yang dijadikan obyek jaminan fidusia sebagaimana
di atur dalam Pasal 24
Undang-Undang Jaminan Fidusia. Selain itu juga ketika debitur mengalihkan
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas hutangnya
kepada pihak ketiga
tanpa seizin kreditur maka pemberi fidusia dianggap telah
melakukan pidana
penggelapan.
Permasalahan
yang sering terjadi dalam pelaksanaan parate eksekusi obyek
jaminan fidusia bilamana benda obyek jaminan tersebut
beralih kepada pihak
ketiga. Dalam praktiknya sering dijumpai pada saat
pelaksanaan parate eksekusi
obyek jaminan fidusia dilakukan ternyata obyek jaminan yang
akan dieksekusi
telah dijaminkan atau beralih kepada pihak ketiga.
Sehubungan dengan kasus eksekusi terhadap barang jaminan
yang
dialihakan kepada pihak pihak ketiga dengan jalan
mejaminkannya kepada pihak
ketiga tersebut dalam
praktiknya sering terjadi. Sebagai contoh kasus misalnya A
sebagai debitur meminjam uang ke bank B sebagai kreditur
dengan jaminan
kendaraan bermotor. Perjanjian tersebut dibuat tanggal 1
Februari 2008. Untuk
menghindari eksekusi atas kendaraan bermotor tersebut,
debitur A membuat
perjanjian jaminan fidusia pura-pura kepada kreditur C agar
seolah-olah perjanjian
jaminan fidusia antara debitur A dan kreditur C lebih dahulu
dari perjanjian
jaminan fidusia antara debitur A dan kreditur B, dibuatlah
perjanjian antara
debitur A dan kreditur C pada tanggal 1 Agustus 2007.
Debitur
yang tidak jujur dapat melenyapkan harta jaminan dengan berbagai
cara. Salah satunya adalah dengan membawa lari harta yang
dijaminkan. Cara lain
untuk melenyapkan harta jaminan adalah dengan memindahkan
harta tersebut ke
lokasi tertentu, sehingga menyulitkan bank untuk mengambil
alih.
Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang
Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa : “jaminan fidusia hapus
karena musnahnya
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia”. Selanjutnya Pasal
25 ayat (2)
menetapkan bahwa : “Musnahnya Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia
tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf
b”. Klaim asuransi tersebut akan menjadi pengganti obyek
jaminan fidusia
tersebut.
Ketentuan
akan hapusnya jaminan fidusia dengan musnahnya benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia sejalan dengan isi Pasal 1444
KUHPerdata, yang
menyebutkan bahwa jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian
musnah,
tidak dapat lagi diperdagangankan atau hilang, sedemikian
rupa sehingga sama
sekali tidak diketahui barang itu masih ada, maka hapuslah
prikatannya, asal
barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berutang,
dan sebelum ia lalai
menyerahkannya.
Dilain
pihak dalam Pasal 5 Akta Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa
apabila bagian dari obyek jaminan fidusia atau diantara
obyek jaminan fidusia
tersebut ada yang hilang atau tidak dapat digunakan lagi,
maka pemberi fidusia
dengan ini berjanji dan karenanya mengikatkan diri untuk
mengganti bagian dari
obyek jaminan fidusia yang hilang atau tidak digunakan itu
dengan obyek jaminan
fidusia lainnya yang sejenis yang nilainya setara dengan
yang digantikan serta
yang dapat disetujui penerima fidusia, sedangkan pengganti
obyek jaminan fidusia
termasuk dalam jaminan fidusia yang dinyatakan dalam akta
ini.
Dalam Pasal 10 sub b Undang-Undang Fidusia, yang
berbunyi : ”Jaminan
Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal Benda yang
menjadi obyek Jaminan
Fidusia diasuransikan”.
Berdasarkan Pasal Tersebut di atas maka penggantian
benda jaminan terjadi secara otomatis, kalau terjadi
kerugian yang ditanggung
oleh asuransi. Uang yang diterima oleh kreditur atau
penerima fidusia akan
diperhitungkan sebagai pembayaran atau pelunasan hutang
debitur. Jika jumlah
penggantian cukup untuk membayar kewajiban perikatan debitur
yang dijamin dengan fidusia tersebut, maka hutang debitur manjadi lunas, jika
lebih maka
lebihnya dikembalikan kepada debitur atau pemberi fidusia,
sedangkan jika
kurang maka kekuarangannya akan tetap menjadi hutang debitur
kepada kreditur,
hanya saja atas sisa hutang itu kreditur sekarang
berkedudukan sebagai kreditur
konkuren, kecuali di samping jaminan fidusia, kreditur juga
dijamin degan
jaminan hak jaminan khusus yang lain.
Selanjutnya permasalahan yang timbul dalam praktiknya,
ketika
pelaksanaan eksekusi obyek jaminan fidusia atau eksekusi
terhadap harta
kekayaan debitur. Permasalahan yang sering terjadi dalam
pelaksanaan eksekusi
obyek jaminan fidusia/harta kekayaan debitur yang akan
dieksekusi tidak ada atau
musnah. Musnahnya harta kekayaan debitur yang akan
dieksekusi bisa
dikarenakan obyek jaminan fidusia/harta kekayaan debitur
secara mutlak tidak ada
lagi dalam artian harta kekayaan debitur benar-benar sudah
habis. Habisnya harta
kekayaan debitur yang merupakan obyek jaminan fidusia bisa
terjadi disebabkan
telah habis terjual sebelum eksekusi dijalankan atau oleh
karena bencana alam
berupa kebakaran, banjir dan sebagainya.
Berdasarkan
bunyi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Fidusia di atas,
penyelesaian eksekusi terhadap hal tersebut tidak
menghapuskan tagihan hak
kreditur terhadap tagihanya terhadap debitur. Tagihan
yuridis tetap ada hanya
eksekusinya yang tidak dapat dijalankan, dikarenakan harta
kekayaan debitur
yang akan dieksekusi tidak ada pada saat eksekusi
dijalankan. Oleh karena itu hak
kreditur untuk meminta eksekusi kembali pada suatu ketika
masih tetap terbuka
apabila kreditur mengetahui dan dapat menunjukan harta
kekayaan debitur. Kapan
saja terdapat harta kekayaan debitur, berarti tetap hidup
haknya untuk meminta
eksekusi.
Pelaksanaan
eksekusi tidak dapat dijalankan baru dapat dikatakan bersifat
permanen, apabila sampai kapan pun harta kekayaan debitur
yang menjadi obyek
jaminan tidak pernah ada lagi. Akan tetapi dari sudut
teoritis maupun dari segi
kenyataan, lebih tepat mengatakan sifat eksekusi tidak dapat
dijalankan dalam
permasalah ini bersifat
sementara (temporer). Bagaimanapun masih besar
kemungkinan akan adanya harta kekayaan debitur di kemudian
hari. Pada saat
ditemui terdapat harta kekayaan debitur, eksekusi tidak
dapat dijalankan yang
melekat pada eksekusi dapat dicairkan kembali.
D. SIMPULAN DAN
REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan baik penelitian kepustakaan
maupun
penelitian lapangan dapat disimpulan sebagai berikut:
a. Hak parate
eksekusi timbul sejak terjadi wanprestasi oleh debitur dan kreditur
berhak menjual obyek
jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri melalui lelang
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b
Undang-Undang Jaminan
Fidusia.
b. Apabila obyek
jaminan fidusia dialihkan kepada pihak ketiga atau musnah
maka benda obyek jaminan untuk menutupi hutang debitur tidak ada, tetapi
perjanjian kredit tetap berjalan dan debitur tetap
bertanggung jawab.
c. Hukum jaminan
secara umum memberi perlindungan kepada kreditur, dalam
hal obyek jaminan fidusia musnah berdasarkan Pasal 1131
KUHPerdata maka
debitur tetap bertanggung jawab atas hutangnya kepada
kreditur, tetapi apabila
obyek jaminan dialihkan kepada pihak ketiga berlaku
asas droit de suit yang
merupakan ciri pokok dari hak kebendaan, jika debitur cidera
janji maka
kreditur dapat mengeksekusi obyek jaminan fidusia ditangan
siapapun benda
tersebut berada.
d. Pengalihan obyek
jaminan fidusia pada pihak ketiga atau musnah tidak
menghilangkan hak kreditur untuk mengeksekusi obyek jaminan
tersebut.
B. Rekomendasi
Berikut akan dikemukakan saran-saran penulis yang dapat menjadi bahan
pertimbangan, yaitu sebagai berikut :
a. Undang-Undang
Jaminan Fidusia hendakanya memberikan pengaturan lebih
spesifik mengenai kedudukan benda yang telah dijadikan obyek
jaminan
fidusia sebab keberasaan benda yang dijadikan obyek jaminan
merup akan
kunci utama dalam hal pemberian jaminan dari debitur kepada
kreditur. Mengingat pada kenyataanya masih banyak ditemuinya kendalah-kendala
yang
dihadapi oleh kreditur pada saat proses pelaksanaan eksekusi
obyek jaminan
fidusia. Hal ini untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi
pihak-pihak
yang berkepentingan khususnya kreditur.
b. Dengan adanya
berbagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak debitur
terhadap pelaksanaan parate eksekusi melalui lelang eksekusi
barang jaminan,
maka sebaiknya pihak kreditur bank harus dapat mengantisipasi
upaya-upaya
hukum yang sering digunakan oleh debitur, pemilik jaminan
serta pihak ketiga
lainnya tersebut, yang digunakan oleh mereka untuk menunda
pelaksanaan
eksekusi barang jaminan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Djuhaendah
Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan
Bagi Tanah dan Benda Lain
yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penetapan Asas
Pemisahan
Horizontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1996.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
J. Satrio, Hukum
Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996.
J. Satrio, Hukum
Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,
PT, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2002.
Mariam Darus Badrulzaman,
Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,
Alumni,
Bandung, 1997.
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti
Bandung.
Sri Soedewi Masjchoen,
Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yokyakarta, 2003.
Yahya Harahap,
Ruang Lingkup Permasalahan
Eksekusi Bidang Perdata, Sinar
Grafika, Jakarta, 2005.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan
Kantor
Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibu Kota Propinsi di Wilayah
Negara
Republik Indonesia.
Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3210
K/Pdt/1984.
Majalah dan Artikel
Bactiar Sibrani,
Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia,
Badari Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Bernadette Waluyo,
Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999,
Pro Justitia, Tahun XVIII No. 3 Juli 2000.
Fred B.G Tumbuan, Mencermati Pokok-pokok Rencana
Undang-Undang Fidusia,
Penelitian Hukum Newsletter, No. 38/x/September/1999.
Netty SR Naiborhu,
Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Berdasarkan Parate
Eksekusi Oleh Kreditur, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 14 No.8,
Juni 2006.
Nama : Daniel Eric Thendean
NPM : 21211728
Kelas : 2EB08